Fragmen Desember


Seperti yang biasa kau lakukan
Di tengah perbincangan kita tiba-tiba kau terdiam
Sementara ku sibuk menerka apa yang ada di fikiranmu

Ini baru kedua kalinya seperti ini. Tapi perempuan itu hampir bisa menebak bagaimana akhirnya. Bagaimanapun cerita fiksi akan ada endingnya, seperti drama-drama di televisi atau juga berbagai pentas teater yang sering ia tonton. Desember di Jakarta tidak sedingin di Jogja. Tapi atmosfer di manapun selalu sama. Ia selalu cemas menghitung hari, menghitung mundur pada detik-detik pertemuan.

Sial. Perempuan itu selalu lupa bagaimana awalnya. Tetapi sepertinya kini dia bukan remaja lagi ---bukan anak kecil. Dan seperti halnya orang dewasa, ia sudah tahu bagaimana hal ini akhirnya.

***

Menghitung hari. Menghitung mundur di penghujung tahun.

Sesungguhnya berbicara denganmu
Tentang segala hal yang bukan tentang kita;
Mungkin tentang ikan paus di laut
Atau mungkin tentang bunga pagi di sawah
Sungguh bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita,
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja

Ia sudah tahu akhirnya. Perempuan itu menyebutnya takdir. Ia heran bagaimana setiap fragmen yang sudah acak-acakan itu tetap tersimpan rapi bahkan sejak ia SMA. Hingga kini. Bertahun-tahun setelah ia sudah meninggalkan masa putih abu-abunya. Bertahun sejak ia memutuskan menjadi dewasa.

Malam jangan berlalu
Jangan datang dulu terang
Telah lama kutunggu
Ingin berdua denganmu

***

Satu potongan kecil interpretasi lagu Mari Bercerita milik Payung Teduh yang didengarkan sejak semalam. Lagu Payung Teduh pasti diciptakan saat mereka sedang jatuh cinta. Aku sedang membayangkan suatu sore di Jogja, di pinggir Malioboro dekat Stasiun Tugu, di bawah pohon-pohonnya yang teduh di depan pelataran Gedung DPRD. Kadang-kadang di tengah lamunan itu aku juga ngebayangin suatu malam di Bandung, tak jauh dari stasiun kereta, atau di Bukit Lembang, di salah tempat ngopi dengan kepulan asap kopi dari cangkir yang berbau harum ---dengan seseorang.

Aku memutar berkali-kali semua lagu Payung Teduh sejak berhari-hari lalu. Nggak tahu kenapa. Kadang-kadang aku memutar White Shoes atau Mocca atau kadang Stars and Rabbit, tapi selalu kembali lagi ke Payung Teduh. Beberapa waktu lalu Tahta mengontakku untuk project menulis lagu. Ini akan jadi lagu kedua yang kami buat. Pertama waktu kami SMA dulu bareng Ridho dan aku nggak ngerti gimana akhirnya. Wkwk. Meski aku sempet denger demonya yang cukup bagus, tapi kayaknya akhirnya kami sibuk cari kuliah dan lupa pada project itu. Nah, yang kedua ini seharusnya jadi, dan harus bagus.

Tapi Tahta harus nunggu sampai aku balik dari Bandung. Hehe.




Photo Source